Senin, 07 September 2020

A Game We Will Never Win.

We're both playing a game we know we can't win, but somehow we can't stop too.

Aku bukan main berpikir kita harus berhenti, Wir. Aku tahu kita hanya pura-pura, tapi bukan kah permainan ini sudah terlalu jauh untuk dimainkan?.

4 bulan, Wir. Bukan waktu yang sebentar.

Aku harus mengakuinya atau mengakhirinya seorang diri.

***

"Aku rasanya sudah tidak percaya lagi dengan orang lain, Wir, semenjak dia meninggalkan aku untuk memilih orang lain. Kamu tahu kan rasanya?", aku menghela napas panjang. Aku tahu dia paham.

"Aku paham, Ray", Wira membalas pesan singkatku, "aku juga baru saja mengalaminya, tapi, Ray, kamu tahu apa yang lebih sakit dari itu?".

Aku menunggu. Bodohnya aku ini, kami kan tidak saling bertatap muka, bagaimana dia tau aku sedang bergeleng menunggu jawabannya.

"Masih ada yang lebih sakit?", balasku. "Oh! Cinta beda agama".

"Ya, Ray, dan satu lagi, hubungan yang tidak direstui keluarga".

Aku tersenyum. Dia tahu banyak. "Pengalaman ya, Wir? Hahahahaha".

Wira memberi simbol tersenyum, dilanjutkan kalimat, "kurang lebih, Ray".

Seperti kita ya, Wir?, pikirku getir.

***

"Kita ini apa sih Wir sebenarnya?", kalimat itu tak pernah sampai hati aku tanyakan langsung. Hanya terus menggantung dipikiranku.

We both playing dangerous game here. We know, but we can't stop.

"Babe, u not rest?", pesan masuk Wira saat melihatku masih online.

"Later, babe. You can go rest first, I think Im gonna sleep a bit late", jawabku.

"Okay then, I go sleep, cyaa tomorrow. Goodnight baby! Luv!".

"Nite, luv".

We really shouldn't do this, Wir. This is dangerous play. You and me.

But, somehow I can't stop. It's pleasant and comfortable to be with you, I start to lose how to control my feelings and greed.

***

"Kalau kamu udah ada yang jaga, Ray, aku gabisa pakai panggilan babe lagi dong ya ke kamu?", Wira menggodaku.

Kita banyak berkirim pesan sejak memutuskan untuk berteman di salah satu game.

Aku tertawa. "Hahaha, aku bisa jaga diriku sendiri, Wir".

"Masih tetap butuh orang lain kan, Rayaa?".

"Hehe, masih. Tapi kamu juga lagi jaga aku kan ini?".

"Iya, Ray, tapi hanya sebagai temanmu kan, bukan orang yang spesial?"

"Teman juga orang yang spesial, Wiraaa".

"Teman apa yang spesial, Ray? Aku gamau ah merusak pertemanan kita".

Aku tertawa getir. "Hahahaha iya, Wir, aku juga masih mau dekat denganmu, jangan jadi musuhku ya?".

"Ray, ray, ya ngga lah", balas Wira menenangkan. "Btw, Ray, jangan lupain aku ya kalo nanti kita sudah sama-sama berhenti dari game ini?".

"Iya", aku tersenyum tipis.

Which game do you mean, Wir?.

***

We cant continue doing this game. This is dangerous.

Kamu tahu, jatuh cinta paling sakit adalah jatuh cinta dengan hamba Tuhan yang berbeda.

Itu kita, Wir. Kita.

"Hanya aku ya yang merasa seperti ini? Menahan rasa. Kamu bagaimana, Wir?".

And I start to lose control of my feelings to not fall for you.

Still we proceed to play along.
Share: