Minggu, 28 Februari 2016

Another Dream.

Aku berjalan mengitari etalase kue, mengambil satu demi satu kue yang kusuka. Sampai diujung etalase aku bertemu teman lamaku yang tak kuingat namanya.
"Hai nay", sapanya.
"Hai".
"Sendirian? Kenalin ini cewek gue".
"Mmm, temen udh duluan, itu di kasir". Berusaha terus mengingat.
"Temen kamu?", tanya perempuan yang lebih tinggi di hadapanku.
"Iya", sahut teman lamaku sambil terus mengambil kue.
"Oh". Perempuan itu melihatku dari atas ke bawah dan memalingkan muka, "sepertinya dia ga ingat kamu".
"Aku ingat", seruku. Aku hanya lupa namanya.
"Hmm, oh ya?".
"Ya diaa...... mm.... diaa..... aku hanya lupa namanya".
Perempuan itu tertawa dan menyikutku, merebut nampanku, lalu pergi ke kasir.
Hatiku perih karena merasa tidak di hargai, siapa dia bahkan aku tidak mengenalnya. Bahkan temanku hanya melihatku lalu meninggalkanku, begitu pun temanku di kasir, dan lagi kue-kue kesukaanku yg tinggal satu2nya itu membuatku ingin menangis.
Segera aku merogoh sakuku, lalu menelepon laki-laki.
"Halo, kamu dimana? Bisa ketemu?"
"Iya, aku lagi di PIM, bisa. Kamu kenapa nay?"
"Tak apa, aku ke sana yaa ketemu di eskalator lantai 2"
"Okee"
Aku memburu langkahku, sebelum air mata ini jatuh. Aku melihat rakian dari jauh bersama temannya, lalu aku berlari memeluknya di depan eskalator. Membenamkan wajahku di tubuhnya. Ian, menuntunku dan membelai kepalaku.
"Kamu kenapa?"
Aku terus memeluknya, air mataku mulai jatuh. Lalu, dibawanya aku duduk, sementara temannya mengikuti di belakang.
Aku lemas sekali. Duduk pun aku merasa lelah. Aku bersandar di lengan ian.
"Kamu kenapa?"
Aku masih belum ingin bicara.
"Nay, bicara dong, cerita jangan dipendem semua sendiri. Ian berhak tau masalah lo dia udah nungguin lo, dia udah cerita segala macamnya ke lo, udah sayang sama lo", teman ian menimpali sikapku, "Ian, kalo gua jadi lo gua milih cewek lain deh".
Ian hanya tersenyum dan menggeleng, sambil terus membelai ku.
"Aku lemes bgt, ian, kita makan dulu ya aku belum makan apa pun dari tadi pagi"
"Kamu mau makan apa?", kata Ian sambil membantuku berdiri.
Sementara temannya menggeleng dan mengikuti kami. Ian memilihkanku tempat restoran, dan menggantinya karena terlalu ramai.
"Aku mau cerita, Ian", kataku sambil menyentuh sendok di depanku.
"Kamu makan dulu"
"Harus sekarang", air mataku jatuh lagi.
"Jangan nangis, kamu makan dulu, nanti baru cerita. Aku takut kamu kesedak"
Aku mengangguk.
Setelah makan, teman Ian membelikan kami minum, sedangkan aku dan Ian duduk di sofa.
"Aku mau cerita", kataku pelan.
"Iya cerita pelan-pelan"
Aku menceritakan semua, semua yang kurasakan. Semua kejadian, tapi Ian hanya tersenyum, membelai kepalaku, mengecup bagian atas kepalaku, dan berkata, "aku akan selalu menghargaimu, menyayangimu, dan ada untukmu. Aku sayang kamu".




Aku tak tahu siapa Ian. Aku hanya tahu ini hanya mimpi yang terlalu indah untuk jadi nyata. Aku hanya tahu aku benar-benar bermimpi. Aku tak tahu kenapa aku bermimpi begini. Aku hanya tahu aku tak ingin bangun.

Hujan Pagi Hari
Depok, 28 Februari 2016.

Share: