Jumat, 23 Desember 2016

You: 3 days are enough.

Tiga hari cukup untuk mendefinisikan dengan jelas arti 'kamu' bagiku.

Aku sangat berharap 'kamu' tidak pernah membaca tulisan ini.

21 Desember 2016
Denial.
Satu kata yang menggambarkan diriku hari ini. Selalu menggambarkan diriku selama ini lebih tepatnya.

Aku tahu betul siapa yang besok akan berulangtahun. Aku menghapalnya, melebihi hapalan rumus perhitungan jumlah putaran coiling untai DNA.

Aku hanya tidak peduli. Tidak peduli seperti apa ulang tahunnya besok. Aku tidak peduli untuk hadiah yang akan 'kamu' terima dariku seperti 2 tahun sebelumnya. Tidak peduli bagaimana aku harus merangkai kata-kata untuk memberimu ucapan selamat ulang tahun seperti di tahun-tahun sebelumnya. Tidak peduli doa seperti apa yang akan aku semogakan untukmu.

"Aku tidak peduli dan tidak ingin repot-repot peduli tentangmu. Perasaanku sudah tidak ada sangkut pautnya denganmu, aku sudah bebas."

Itu yang aku katakan dalam hati, entah karena aku begitu kecewa, entah aku meyakinkan diriku, entah aku mulai membentengi diriku kembali, atau aku hanya membohongi diriku dengan alasan yang bodoh.

Aku mungkin hanya begitu kecewa karena 'kamu' tidak memberiku ucapan selamat di hari ulang tahun ku. Padahal di hari ulang tahun ku, aku dan 'kamu' berada pada satu kelompok praktikum yang sama di salah satu mata kuliah, dan 'kamu' melihatku berkali-kali, melihat temanku mengucapkan selamat ulangtahun. Mungkin aku kecewa karena 'kamu' seperti baru mengenalku 1/2 hari yang lalu, bukan sejak 4/5 tahun yang lalu.

Aku tidak peduli, sampai aku dan 4 temanku yang duduk di salah satu meja di food court salah satu mall berada di satu topik pembicaraan tentang 'kamu'. Aku hanya bisa terdiam, bingung bagaimana masuk dalam topik tentangmu. Bingung bagaimana harus berekspresi, bingung harus bersikap seperti apa, bingung untuk menanggapi, bingung apakah aku harus mengangkat kepalaku atau sebaliknya. Parahnya, aku bingung kenapa hati terasa sakit, dan begitu terkejut. Wajar bukan kami sama-sama mengenalmu.

Aku tak mengerti bagaimana 'kamu' dapat begitu menginvasi kepalaku, karena setelah pembicaraan itu, sepanjang perjalanan pulang yang kupikirkan adalah 'kamu'.

Aku tiba-tiba bingung, apakah aku harus memberimu ucapan selamat ulang tahun?. Aku bahkan sampai repot-repot bertanya kepada sahabatku. Berpikir apa yang dapat kubuat dan kuberikan kepadamu sebagai ucapan selamat ulang tahun dalam waktu 2 jam.

22 Desember 2016
Akhirnya, pikiranku yang sudah kutanamkan sejak ulang tahunku kalah dengan ketakutanku terhadap rasa bersalahku padamu. Haha, bodoh? Aku berpikir begitu.

Hadiah? Ucapan? Apa yang dapat ku harapkan dari waktu 2 jam? Tentu saja sangat jauh dari hadiahku selama 2 tahun sebelumnya.

Aku rela menunggu pukul 00.00 untuk mengucapkannya, sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Dan yang 'kamu' lakukan menjawab ucapanku jam 6 pagi dan meminta maaf karena tidak memberiku ucapan. Ya, aku tidak mempermasalahkannya.

Lalu, muncul pertanyaanku untuk diriku sendiri, "I tell to myself, I don't have feeling anymore towards him. But when someone telling a story or someone said his name in a conversation I suddenly notice it, silent, and my heart is aching. I keep him in my mind and being okay again towards him after the apologize. What is it means? ".

23 Desember 2016
Confession.
Hari ini penuh denganmu, walaupun 'kamu' tidak bersamaku. Pikiranku, langitku, laut yang kupandang, topik pembicaraanku, waktuku.

Kemudian yang kulakukan adalah bertanya pertanyaanku ke sahabat-sahabatku. Bodoh memang.

"Nay, is he worth it?".

Aku bahkan tak tahu cara menjawab pertanyaan itu. Mungkin aku hanya masih terlalu peduli tentangmu. Atau aku memang begitu menyayangimu.

Tiga hari, aku cukup menyadari bahwa 'kamu', someone who I care about even after all this time. Genap 5 tahun, tanpa pernah aku lupa hitungannya, tanpa pernah sekali pun aku benar-benar melepasmu. Tiga hari cukup menyadarkan aku, bahwa aku seaeorang yang banyak sekali melakukan denial.

Share:

Rabu, 02 November 2016

Refleksi Tentang Rasa dan Ketulusan

Aku lupa menghitung. Atau memang habis sudah hitunganku untuk hari-hari itu. Aku harap kita bisa kembali ke masa-masa yang selalu kurindukan.




Hari ini aku melihat kembali ke belakang, dan sadar kamu masih di sana. Duduk tenang kembali, tanpa pernah melihatku. Jarak kita dekat; hanya hati, pikiran, dan rasa kita saja yang sudah lepas terlalu jauh. Atau memang langkahmu saja yang terus menjauh?.

Hari ini mungkin hari ke-100, atau lebih, dari terakhir kali aku berbicara denganmu. Hmm, hanya menyapa sebenarnya. Kamu yang memulai. Pagi ke-2 minggu ini jam 7.54, ya, mana mungkin aku lupa. Sebuah awal yang baik untuk pagiku yang membuatku pusing. Memberiku sedikit kepercayaan bahwa kamu mungkin tidak membenciku atau menghindariku. Walaupun, diriku yang lain masih membisikanku kemungkinan, kamu hanya terpaksa karena di tangga itu hanya ada aku dan kamu. Tapi, itu tak apa.


Hari ini mataku sepertinya kembali ke waktu dimana aku selalu bisa menemukanmu di banyaknya orang. Dan, mataku hari ini sepertinya lebih tahu kemana harus melihat. Atau hatiku yang tahu?.


Mungkin aku kesepian hari ini?. Mungkin aku hanya butuh kamu sebagai teman ceritaku, seperti dulu?. Mungkin aku hanya sangat merindukanmu?. Mataku hari ini menemukanmu di sudut ruangan. Mungkin aku hanya ingin mengaktifkan kembali kenangan?. Atau aku hanya ingin melihatmu, ah, bukan, menatapmu diam-diam. Sama seperti yang selalu kulakukan dulu, mencuri lihat kamu, berharap suatu waktu kamu juga akan menatapku kembali seperti apa yang kulakukan. Tapi tidak sekarang, aku tidak berharap kamu berbalik ke arahku, sehingga mata kita bertemu di satu waktu. Mungkin, suatu saat lagi aku akan berharap itu terjadi, tak apa, asal jangan ketika hati dan pikiran serta rasaku berantakan.


Aku masih percaya, bahwa mata kita adalah cerminan isi hati, pikiran, dan rasa kita. Dan itu membuatku begitu takut kamu bisa membacanya. Ya, karena aku tahu kamu selalu bisa membaca kebohonganku.


Mungkin aku terlalu pintar menghindar sekarang, atau jarak 5 langkah itu terlalu jauh untuk membuatmu sadar ada yang memerhatikanmu. Mungkin kamu memang sudah tidak akan pernah lagi melihat ke arahku. Ya, biarlah itu urusanmu, aku tidak peduli. Aku hanya peduli melihatmu sampai aku puas. Atau mataku yang peduli tentang itu?. Sepertinya aku peduli agar pikiran dan kepalaku tidak lagi kosong, atau agar diriku dan kepalaku sudah terlalu penuh denganmu agar aku terlalu jenuh untuk melihat dan mengingatmu lagi nanti?.

Kamu masih sama terlihat seperti dulu. Aku pun begitu. Hanya kita dan waktu yang berubah, sepertinya. Aku lupa apa alasanku dulu menyayangimu, atau aku bahkan tak pernah memiliki alasan itu. Aku tak terlalu peduli. Kamu, itu yang penting. Sekarang? Tepatnya hari ini aku rasa aku menemukan alasannya.

Kemudian, aku sadar setelah aku menemukan alasan itu, aku harus berhenti melihatmu. Aku harus menelaah lagi ketulusan rasaku. Menyortir lagi kepalaku dan kenanganku tentangmu. Karena hari ini aku sadar, ketulusan rasaku untukmu dapat dipertanyakan.



Karena, ketika aku menemukan alasan mengapa aku menyayangimu, maka ketulusan rasaku dapat dipertanyakan. Ya, bukankah sayang yang tulus itu tidak pernah menunjukan dan memerlukan alasan?.





Catatan mata kuliah fisiologi tumbuhan.
Depok, 1 November 2016
Share:

Rabu, 13 Juli 2016

Welcome to reality, my dear.

Hari ini aku bertanya, kepada diriku, kalian, pembaca, para pengejar mimpi, dan orang-orang dengan mimpi besar di luar sana.

"Sudah berapa banyak film, drama, novel, dongeng, dan cerita yang pernah kalian baca?".
"Puluhan kah? Atau ratusan? Atau bahkan ribuan? Atau sampai kalian terlalu malas menghitung, dan tak tahu berapa?".

Kalau aku yang terakhir, sayang.
Aku lupa hitunganku, dan aku malas juga menghitungnya. Sampai aku lupa realita tidak seperti cerita. Aku tak pernah tahu hitunganku begitu berarti sekarang.

Aku tahu banyak cerita mengajarkan tak ada mimpi yang tak bisa kita capai. Berapa perbandingannya cerita yang mengajarkan kita untuk belajar melepaskan mimpi kita? 1:1000?.

Aku tahu satu cerita. Aku tahu satu drama yang mengajarkan aku sakitnya melepaskan.

Let's be real, my dear.
Aku hanya punya satu mimpi sejak kecil, dan aku harus melepasnya. Bukan begitu saja, sayang. Aku mencoba sampai habis waktu dan jalanku.

Aku menangis ketika melepaskannya, ketika gagal, ketika lagi-lagi aku kecewa terhadap diriku dan aku mengecewakan orang-orangku. But, life's never stop.

Pada akhirnya aku tetap harus melepaskan.

Let's be real, my dear.
Reality doesn't always serve you what you really want.

Realita bukan cerita dongeng dan drama. Realita tidak selalu berubah mengikuti kita. Adakalanya, realita begitu indah seperti cerita. Namun, tak sedikit realita berputar haluan dari mimpimu. Bahkan, walaupun kau telah mencobanya dengan keras. Reality just doesn't go the way you want to.

Walaupun, hanya itu satu-satunya mimpimu, mimpiku.

Saranku:
Just don't live aimlessly. Find another desires to live on. Find another dream. Respect other. Learn.

It'll be hurt to meet someone who have your dream. It'll be hurt to watch movies and dramas about your only one dream. It'll hurt to hear about people's opinion; to hear them cheering on you. I don't if it'll stop.

Bahkan, aku masih merasa sakit. Walaupun, sudah hampir 3 tahun.

I don't know what I do. I don't know what to do. Just.......

I wanna face it....... reality.

Belajarlah, sayang. Belajar untuk jatuh dengan benar; gagal dengan benar, dan bangkitlah lagi dengan benar.

Motivasi dirimu, sayang, sebanyak-banyaknya. Penuhi dengan hati baja yang tidak pantang menyerah. Bermainlah dengan imajinasi dan fantasimu, sayang. Tapi, jangan lupa realita punya banyak jalan lain selain mimpimu.

Welcome back to our reality, my dear.

13 Juli 2016
A movie about my only one dream give the pain back of setting it free.

Share:

Puncak Rindu

Kau tak pernah tahu, bukan?
Tiap hari aku meradang
Menimbun rindu
Di antara sepi-sepi

Menumpuknya, memupuknya
Laksana bukit pinus
Di kaki cakrawala
Tumbuh tinggi nan subur

Sementara aku
Mencari cara menebar hama
Berharap kemarau
Matahari tanpa awan

Sibuk memasak bata
Membendung bukit
Walaupun sia-sia
Tapi tak apa....

Takut-takut....
Hujan jatuh dari matanya
Karena terlalu tinggi
Lalu membuatnya longsor

Takut-takut....
Gelombang masa lalu lewat
Karena terlalu luas
Malah membuatnya terburai

Kau tak pernah tahu, bukan?
Tiap hari aku sibuk
Membatasi pikiranku
Takut-takut kau lewat

13 Juli 2016.

Share:

Waktu di antara jatuhnya

Kalau hari ini
Aku duduk di sisi jendela kamarku
Memandangi setiap jatuhnya
Menghitung riak yang dibuatnya
Sambil mendengarkan melodi merdunya

Beberapa waktu lalu
Aku tahu tentang harumnya
Tentang bakteri yang bereaksi terhadapnya
Seperti daun-daun yang menunggu basahnya
Seperti katak yang menggenapkan melodinya

Sementara dulu
Aku akan melonjak dari kasurku
Berlari keluar dengan sepatu boots merahku
Memakai jas hujan kuningku
Sambil membawa payungku
Menari bersamanya

Bukan seperti 3 atau 4 tahun lalu
Aku berdiri diam dibawahnya
Berusaha membasuh lukaku
Berharap dengan basahnya
Lalu membiarkannya mengalir bersama airku

Tapi aku masih yakin
Hingga saat ini
Kalau setiap jatuhnya
Terus membawa harapan dan ketenangan yang baru
Sama seperti hari ini
Atau pun tahun lalu
Begitu juga tahun sebelumnya

Aku hanya tahu
Begitu saja.

(30 Juni 2016)

Share:

Selasa, 07 Juni 2016

Tentang Hujan.

Mengapa kita tidak belajar dari hujan?

Tentang bagaimana mengikhlaskan
Tentang penuhnya kesabaran
Tentang cara melepaskan
Tentang definisi kehidupan
Tentang cinta dan sayang
Tentang rindu
Tentang lagu dan nyanyian
Tentang melodi
Tentang dingin dan kehangatan
Tentang rasa
Tentang keinginan
Tentang lega
Tentang emosi
Tentang terimakasih
Tentang memaafkan
Tentang senyum, sendu, dan tangis
Tentang cerita, puisi, serta prosa

Mengapa kita tidak berterimakasih saja atas hadirnya?

Terimakasih kepada tuhan yang menciptakan
Terimakasih untuk waktu yang ia ulang
Terimakasih untuk kenangan yang kembali diputar
Terimakasih untuk kehidupan
Terimakasih untuk kamuflase
Terimakasih untuk pelangi setelah hujan
Terimakasih untuk aliran ide
Terimakasih untuk cerita dibawahnya
Terimakasih untuk mengetahui dimana rumah
Terimakasih untuk jutaan pelajaran

Mengapa tidak kau tersenyum ketika hujan turun?

Seperti katak hijau di pohon jati
Seperti pohon teratai di permukaan kolam
Seperti kucing yang bergelut manja di antara sofa
Seperti ikan yang menebar riak di sungai
Seperti anak kecil yang menapak genangan air
Mengenakan jas hujan merah sambil tertawa riang

Bukan kah kita dulu seperti itu?

Berhenti menangisi hujan, sayang.
Berhenti memaki karena basahnya.
Berhenti meratapinya, sayang.
Berhenti menunggunya berhenti.

Bukan kah dulu kita begitu berharap akan hadirnya?

Pada saatnya hujan pun akan berhenti
Pada saatnya pelangi akan muncul
Pada saatnya matahari akan lagi terik
Pada saatnya langit akan cerah
Dan, pada saatnya mendung akan pergi

Benar bukan semua ada waktunya?

Jangan menunggu, sayang.
Nikmati hadirnya.
Nikmati waktunya.

Relakan, sayang.
Seperti hujan merelakan airnya jatuh.

Bukankah tak akan ada pelangi yang indah tanpa hujan?

Tersenyumlah langit.
Tersenyumlah sayang.

Jakarta, 7 Juni 2016
Rumah di bawah hujan.

Share:

Jumat, 20 Mei 2016

I wish you're always okay.

I want to be there, like you used to be there for me.

As simple as I want you to be okay. Like that.

Am I wrong?

Sesungguhnya aku tak lagi mengharapkan balasan. Lagipula ini semua bukan tentang imbalan atau pun balas budi. Sesederhana tanda tanyaku. Tapi jawaban selalu datang dengan cara yang menyulitkan.

Aku bukan ingin tahu urusanmu. Atau ingin mencampuri kehidupanmu. Bukan pula ingin menggagumu. Aku semata-mata sesak melihatmu dengan masalahmu. Aku sesak melihat luka di matamu. Hanya itu.

Dan aku kembali mempertanyakan diriku. Apa aku sudah tidak lagi terlihat olehmu?. Apa aku bukan lagi sahabatmu?. Apa sudah putus silaturahmi aku denganmu?.

Aku harap tanya ku tidak salah.
Aku harap tanya ku bisa meringankanmu.

I still want to be there for you, except if you won't accept it.

I wish that I'm still your bestfriend.

I wish you're okay.
Best place for write, 20 Mei 2016.

P.s.
Harus tahu se-tidak konsentrasi itu sampai aku mengedit post ini 4 kali:")

Share:

Biarkan Aku

Biarkan saja dunia menjadikanku debu
Lalu meniupkanku ke setiap kaca rumah
Biarkan saja manusia menjatuhkanku
Lalu menendangku sejauh yang mereka bisa
Biarkan saja waktu mehilangkanku
Lalu mematriku di ruang hampa
Biarkan hujan membasahiku
Lalu menghanyutkanku hingga bermuda
Biarkan hatiku sendiri menyakitiku
Lalu habislah ragaku oleh rasa
Biarkan
Biarkan saja
Biarkan saja aku apa adanya
Lalu agar suatu saat semua tahu
Biarkan aku
Biarkan duniaku
Biarkan hatiku
Biarkan sampai kalian mengerti
Lalu tinggalkan saja aku

Share:

Minggu, 15 Mei 2016

When our eyes meet.

Aku selalu suka melihatmu. Seberapa pun besar jaraknya. Menemukanmu dibanyaknya kerumunan orang. Mencuri gambaranmu ketika kamu tidak melihat. Melihatmu sekejap lalu berpaling. Atau pun, menatapmu tanpa jeda.

Aku menyukainya.

Bahagia.

Melihatmu lalu sesaat kemudian senyumku mengembang. Mungkin, itu salah satu definisi sederhana dari bahagia, versiku.

Senyummu hal yang paling ku kagumi, yang paling kurindukan. Namun, ada lagi, hal yang paling aku takuti, mata. Sorotan mata yang terlihat bahagia, lalu sendu, lalu sedih, lalu sakit, lalu hampa.

Aku takut melihat matamu dan menemukan dirimu tersenyum dengan sorotan penuh luka. Selain itu, aku takut melihat matamu dan kita saling menatap.

Berhenti.

Dan, hancur sudah pertahananku.

-------------------------------

Suatu hari aku pernah membiarkan mataku berkeliling, lalu menemukanmu. Mencuri lihat tiap waktu kamu tidak melihat. Tersenyum ketika kamu tersenyum. Lalu, berhenti.

Suatu hari, pernah aku duduk di seberang ruangan, berusaha keras berkonsentrasi dengan materi di kelas. Membiarkan mataku mencari fokus yang pas. Lalu, aku menemukan mataku terfokus pada sudut lain ruangan, dimana ia duduk. Menatapnya. Lalu, mata kami bertemu.

Pernah suatu hari, aku menatapnya dan kamu balik menatapku. Lalu, aku terburu-buru menatap kearah lain begitu juga dengamu. Sekali lagi aku menatapmu, dan kamu kembali sedang menatapku. Kedua kali aku tak lagi bisa berpaling.

Badanku panas. Senyumku ragu.

Suatu saat pernah aku melihatmu dari jauh. Memandangmu lalu tersenyum. Lalu, ketika aku melihat matamu, sorotannya penuh luka dan amarah. Lalu, sorotannya hampa. Segera, aku menolehkan kepalaku ke arah lain.

Hari itu, hatiku perih. Aku ingin tahu, kenapa?

-------------------------------

Namun, aku tetap suka melihatmu. Mengagumimu dari jauh. Membiarkan matamu berbalik menatapku, lalu berpaling. Selanjutnya, matamu mereaksikan seluruh emosi dan rasa di jiwaku.

Aku tetap akan menyukainya.

Aku akan tetap menikmatinya, mengagumimu dari jauh.

Karena, hanya itu yang mungkin bisa kulakukan untuk menyukaimu dan tetap tidak kehilangan sosokmu. Hanya itu selain mendoakanmu.


Di bawah cerahnya langit malam
Di antara rindu terhadap seseorang
Depok, 15 Mei 2016

Share:

Selasa, 03 Mei 2016

2 May - 2 days

Apa waktu merindukan seseorang bisa diatur?. Apa yang salah dengan itu?.

Kalo aku bisa mengatur waktunya, pun aku mau. Ini bukan waktu untuk tenggelam dengan perasaanku. Ini waktu kajian tentang pergerakan kampus seharusnya kutuliskan. Tapi, hatiku menawar. Rasa ini ingin terselip diantaranya.

Dua hari lalu, di waktu senggang yang kupaksakan aku tahu rasa ini ada. Ada ketika aku melihat gambaran tokoh di film, lalu membayangkan seseorang. Aku tahu. Namamu muncul.

Aku? Kamu? Untuk apa aku berharap?. Aku hanya merindukanmu itu saja. Rasa untuk seseorang yang jauh dan jarang kulihat. Apa salah?. Bukan tentang rasa yang lain. Rindu. Itu saja.

Aku pikir rindu itu hanya mampir sebentar, lalu pergi. Tapi hingga hari ini, aku mulai bertanya, apa ini?. Bukan waktu yang tepat memang. Ketika kawan mahasiswa lain sibuk menuliskan kajian tentang aksi strategis kampus untuk hari pendidikan nasional, aku disini menuliskan rasaku. Tapi memang kenapa? Apa merindukan seseorang bisa kuatur waktunya?.

Aku ingin berhenti. Karena pada suatu waktu rasa ini akan terbentuk dalam bentuk yang lain. Aku takut. Ia terlalu jauh, sosoknya hanya seorang yang kukagumi otaknya, penampilannya, hatinya, dan sifatnya.

Kenapa aku merindukannya begitu hebat? Aku pun ingin tahu. Aku ingin merindukannya sewajarnya. Sambil lalu, kemudian berhenti. Aku ingin tahu kenapa tiba-tiba?.


Selamat hari pendidikan nasional.
Hidup Mahasiswa!
Hidup Rakyat Indonesia!
#May2run
2 May 2016

Share:

Sabtu, 30 April 2016

Kamu Alasan Aku.

Kamu.
Satu kata dengan terlalu banyak definisi bagiku. Seseorang yang entah dimana atau memikirkan apa. Kamu adalah definisi perubahan, life changing. Alasanku berubah, duniaku berubah, dan semesta berubah untukku. Kamu.

Satu kata penuh makna, penuh arti. Tentang ia yang membawa ledakan rasa, sebagaimana kembang api. Tentang ia yang mewarnai dunia, seperti palet warna langit sore. Kamu, seseorang yang akan selalu ada, seperti bintang di galaksi. Semua hal yang selalu aku kagumi. Kamu.

Kamu. Seseorang yang rumit seperti teori ledakan supernova. Tentang ia yang menarik seperti black hole di galaksi. Definisi seseorang yang aku rindukan, yang namanya tidak berhenti ditransmisikan saraf otakku. Seseorang yang wajahnya terpatri di depan lensaku.

Kamu yang membolak-balikan hati. Tanpa perlu usaha kembali. Orang yang merubah aku.

Aku.
Satu kata dengan terlalu sedikit definisi. Seseorang yang hidupnya diubah olehmu. Kamu alasanku berubah.

Aku yang menunggumu tanpa jemu. Walaupun hampa itu pasti. Karena aku hanya tahu: kamu satu-satunya alasan yang bisa kutemukan.

Terimakasih
untuk jutaan detik yang kamu ubah.

Share:

Jumat, 01 April 2016

Diam

Diam mereka adalah emas
Diamku adalah kesakitan
Diam mu?
Diam mu itu menyakitkan

Diam mereka itu ketidaktahuan
Diamku rindu tak terbalaskan
Sementara diam mu ketidakpedulian

Diam mereka rasa penasaran
Diamku jutaan perasaan
Diam mu?
Diam mu itu kehampaan

Diam mereka angin terpaan
Diamku sebuah harapan
Diam mu adalah ketiadaan

Diam mereka tak lagi kupentingkan
Diamku emosi terpendam
Diam mu?
Diam mu sebuah pemecahan

Diamku adalah keraguan
Diam mu?
Diamku ialah kebingungan
Diam mu?

Diamku penuh luka
Diam mu kebahagiaan

Diamku, tunggu tanpa waktu
Diam mu?
Diam mu padaku apa berbatas waktu?

Diamku ialah aliran doa
Diam mu?

Diamku lebih banyak tentangmu
Diam mu tak pernah tentangku

Diamku, sampai kapan?
Diam mu, sampai kapan?

Dibalik sebuah diam tersimpan terlalu banyak maksud. Dibalik sebuah diam tersimpan terlalu besar emosi. Sekian banyak diam semakin dalam perasaan. Diam mu sebuah torehan hati. Diam itu menyakitkan sekaligus arti dari kesakitan.

Sampai suatu hari di kesekian banyaknya diam, akan hadir penyesalan.

Hujan diantara diam.
Depok, 1 April 2016

Share:

Minggu, 20 Maret 2016

Batu Barisan Terdepan

Aku batu karang yang habis terkikis ombak.
Aku pernah berdiri tegak di sisi pantai.
Aku pernah menantang di bagian terdepan pulau.
Aku pernah menerjang jutaan kubik air.
Aku pernah menjadi habitat bagi penghuni laut.
Aku pernah diterpa bermacam cuaca.
Sampai akhirnya aku hancur.
Kalah dengan usaha lautan menerjangku.
Akhirnya aku hancur.
Tanpa adanya usaha yang menguatkanku.
Aku hilang ditelan ombak.
Tanpa pernah ada yang melindungiku.
Aku serpih. Tak dikagumi. Hilang.
Tanpa ada yang menghargaiku.

Share:

Rabu, 16 Maret 2016

Teruntuk Penyesalan

Teruntuk setiap orang yang dulu pernah ku lewatkan.
Maafkan aku, karena aku sekarang tahu itu menyakitkan.

Teruntuk setiap rasa yang tak pernah ku ungkapkan.
Maafkan aku, sekarang pun ku tahu menunggu menyakitkan.

Teruntuk setiap hati yang dulu pernah ku patahkan.
Maafkan aku, sekarang aku sangat tahu itu menyakitkan.

Teruntuk semua orang yang pernah kutinggalkan.
Maafkan aku, sekarang ku teramat tahu sendiri itu menyakitkan.

Teruntuk semua tangan yang pernah ku tepis.
Maafkan aku, karena aku tahu sekarang pertolongan mungkin tidak datang dua kali.

Teruntuk pemberi kesempatan yang dulu ku sia-siakan.
Maafkan aku, sekarang aku sangat tahu penyesalan akan ada selalu

Aku bersalah karenanya.
Aku terlalu penuh ragu.
Hingga ku rapatkan bata ku.

Aku menyesal karenanya.
Aku tahu itu.
Atas segala rasa dan waktu yang ku tinggalkan.

Aku minta maaf.

Di waktu kesibukan yang hampir tak bercela.
Depok, 16 Maret 2016

Share:

Minggu, 06 Maret 2016

Aku ingin......

Aku ingin meneriakan setiap kata lelahku
Aku ingin mengelukan seluruh keluhku
Aku ingin mematikan seluruh reseptor sakitku
Aku ingin membiarkan air mataku jatuh sebagaimana mestinya
Aku ingin menggelapkan duniaku
Aku ingin hilang ke dalam mimpiku
Aku ingin jatuh menuju hati yang kucintai
Aku ingin bersandar
Aku ingin melepas semua belenggu
Aku ingin berlari melawan angin
Aku ingin memberhentikan waktu
Aku ingin sebagaimana mestinya tetap menjadi aku
Aku ingin aku mengakuinya, selalu
Walaupun dunia mengikis itu.

Share:

Sabtu, 05 Maret 2016

Kemudian Hampa

Apabila habis bata pertahananku
Tinggi sudah titik jenuhku
Lelah sudah seluruh pikiranku
Berkeping pula hatiku
Sampai aku tak tahu apa yang membelengguku
Hingga habis reaksiku
Aku diam
Aku diam
Aku terdiam
Kemudian......... hampa.

Share:

Minggu, 28 Februari 2016

Another Dream.

Aku berjalan mengitari etalase kue, mengambil satu demi satu kue yang kusuka. Sampai diujung etalase aku bertemu teman lamaku yang tak kuingat namanya.
"Hai nay", sapanya.
"Hai".
"Sendirian? Kenalin ini cewek gue".
"Mmm, temen udh duluan, itu di kasir". Berusaha terus mengingat.
"Temen kamu?", tanya perempuan yang lebih tinggi di hadapanku.
"Iya", sahut teman lamaku sambil terus mengambil kue.
"Oh". Perempuan itu melihatku dari atas ke bawah dan memalingkan muka, "sepertinya dia ga ingat kamu".
"Aku ingat", seruku. Aku hanya lupa namanya.
"Hmm, oh ya?".
"Ya diaa...... mm.... diaa..... aku hanya lupa namanya".
Perempuan itu tertawa dan menyikutku, merebut nampanku, lalu pergi ke kasir.
Hatiku perih karena merasa tidak di hargai, siapa dia bahkan aku tidak mengenalnya. Bahkan temanku hanya melihatku lalu meninggalkanku, begitu pun temanku di kasir, dan lagi kue-kue kesukaanku yg tinggal satu2nya itu membuatku ingin menangis.
Segera aku merogoh sakuku, lalu menelepon laki-laki.
"Halo, kamu dimana? Bisa ketemu?"
"Iya, aku lagi di PIM, bisa. Kamu kenapa nay?"
"Tak apa, aku ke sana yaa ketemu di eskalator lantai 2"
"Okee"
Aku memburu langkahku, sebelum air mata ini jatuh. Aku melihat rakian dari jauh bersama temannya, lalu aku berlari memeluknya di depan eskalator. Membenamkan wajahku di tubuhnya. Ian, menuntunku dan membelai kepalaku.
"Kamu kenapa?"
Aku terus memeluknya, air mataku mulai jatuh. Lalu, dibawanya aku duduk, sementara temannya mengikuti di belakang.
Aku lemas sekali. Duduk pun aku merasa lelah. Aku bersandar di lengan ian.
"Kamu kenapa?"
Aku masih belum ingin bicara.
"Nay, bicara dong, cerita jangan dipendem semua sendiri. Ian berhak tau masalah lo dia udah nungguin lo, dia udah cerita segala macamnya ke lo, udah sayang sama lo", teman ian menimpali sikapku, "Ian, kalo gua jadi lo gua milih cewek lain deh".
Ian hanya tersenyum dan menggeleng, sambil terus membelai ku.
"Aku lemes bgt, ian, kita makan dulu ya aku belum makan apa pun dari tadi pagi"
"Kamu mau makan apa?", kata Ian sambil membantuku berdiri.
Sementara temannya menggeleng dan mengikuti kami. Ian memilihkanku tempat restoran, dan menggantinya karena terlalu ramai.
"Aku mau cerita, Ian", kataku sambil menyentuh sendok di depanku.
"Kamu makan dulu"
"Harus sekarang", air mataku jatuh lagi.
"Jangan nangis, kamu makan dulu, nanti baru cerita. Aku takut kamu kesedak"
Aku mengangguk.
Setelah makan, teman Ian membelikan kami minum, sedangkan aku dan Ian duduk di sofa.
"Aku mau cerita", kataku pelan.
"Iya cerita pelan-pelan"
Aku menceritakan semua, semua yang kurasakan. Semua kejadian, tapi Ian hanya tersenyum, membelai kepalaku, mengecup bagian atas kepalaku, dan berkata, "aku akan selalu menghargaimu, menyayangimu, dan ada untukmu. Aku sayang kamu".




Aku tak tahu siapa Ian. Aku hanya tahu ini hanya mimpi yang terlalu indah untuk jadi nyata. Aku hanya tahu aku benar-benar bermimpi. Aku tak tahu kenapa aku bermimpi begini. Aku hanya tahu aku tak ingin bangun.

Hujan Pagi Hari
Depok, 28 Februari 2016.

Share:

Minggu, 10 Januari 2016

I Just Got Myself Stuck in Reverse.

"Dari 19 tahun hidup lu, nay, masa yang mana yang pengen bgt lu ulang?".

Pertanyaan ini sih langsung gua jawab, pasti. Tanpa mikir. Jawabannya udah jelas.
Masa putih abu-abu. Masa SMA gua.
Lebih tepatnya di tahun ke-16 hidup gua.

"Wae?".

Hmm, I just got myself stuck in reverse.

Masa2 itu adalah program autoreplay, yang entah sampai kapan gua ga akan nyoba memberhentikannya.

Masa2 itu sederhana, sesederhana warna putih dan abu-abu yang gua pakai setiap hari selasa dan jumat.
Sesederhana sekolah dan segala pernak-perniknya.
Sesederhana pikiran, senyum, dan semangat gua untuk pergi ke sekolah tiap hari.

I wish I got thrown to 2012, and stay there for infinity.

Sekarang, setelah hampir 2 tahun gua ngelepas seragam itu, dan melangkah lebih jauh dari masa itu, gua ngerasa kangen bgt.
Udah hampir 4 tahun gua berjalan dari tahun ke-16 hidup gua, rasanya? Entahlah, kangen? Hampa? Sedih? Bersyukur? Mungkin semua itu?.

Kalo kata orang masa SMA itu masa paling indah, gua percaya sekarang.
Sekarang juga gua ngerti, kenapa banyak cerita, komik, novel, film, drama, yang diangkat dari masa SMA.

Sebuah masa yang ringan untuk diingat, dirindukan, dicintai, dan terus dirasakan.
Masa yang sederhana.
Masa dimana kita belajar dan belajar.

Yaa, gua kangen parah.
Kangen rasanya pergi tanpa harus berpikir keras baju yang mana yang harus gua pakai. Seragam itu sudah ditentukan.
Kangen rasanya pergi ke tempat dimana peraturan diterapkan dengan jelas.
Kangen rasanya duduk di kelas memerhatikan guru yang mengajar. Menerka cara belajar yang baik itu sedikit membuat gua kehabisan waktu.
Kangen rasanya bertemu mereka orang2 kesayanganku. Sakit rasanya terus berhubungan dengan orang2 yang bahkan untuk ditemui 5/7 saja sulit.

Sebuah masa dimana gua belajar ilmu sosial, ilmu organisasi, ilmu hidup, yang mungkin gabisa gua dapat dari sekolah itu sendiri. Pengalaman.
Belajar apa itu sakit, menghargai, toleransi, kepercayaan, setia kawan, percaya diri, memaafkan, rasa bersalah, menyayangi, membuka hati. Belajar tentang kebahagiaan, kesempurnaan, semangat, kesetaraan, rahasia, keterbukaan, kejujuran, pemecahan masalah, dan banyak lagi.

Rindu dengan sekolah dan segala hiruk pikuknya.
Rindu dengan kelas dan segala keragamannya.
Rindu dengan orang2 di dalamnya dan segala sifatnya.
Rindu dengan setiap candaan yang tiada habis di lontarkan.
Rindu dengan tawa yang tiada pernah berhenti berderai.
Rindu dengan pertengkaran yang membawa pelajaran berharga.
Rindu tugas yang dapat kuselesaikan dalam semalam.
Rindu ramainya pembelajaran.
Rindu lika liku sekolah dan setiap sudutnya.
Rindu sekali......

Gua rindu masa itu.
Tahun ke-16.
Atau mungkin gua hanya rindu untuk disayangi, diakui, dihargai, dipercaya, dan dicari?
Rindu akan teman sepanjang masa?
Rindu akan obat yang membuat luka sembuh?

Gua pun kurang mengerti.
Tapi, cukup jelas kalau rindu ini membelenggu waktu.

Gua kangen setiap detailnya.
Sebagaimana program itu berjalan dan mengingatkan gua kembali dengan cerita novel gua.

Drama? Novel?
Gua memilikinya sendiri.
Kisah sendiri, lebih indah.
Sampai titik dimana gua benci untuk terus melewatkannya.

Haa bahkan gua bingung menceritakannya.
Kalau kata orang 17 itu masa paling indah, itu ga berlaku untuk gua.
Bagi gua 16 di tahun 2012, di masa SMA lah masa terindah gua.

Jakarta, 2016.
I wish I got myself thrown to the time when I was 16.

Share:

Jumat, 08 Januari 2016

Where's the Flower that blooms without Shaking?

Where is the flower that blooms without shaking?
Any of the beautiful flowers of this world
all bloom while being shaken
They shake on stems that grow upright
Where is the love that goes without shaking?
Where is the flower that blooms without being soaked?
Any of the shining flowers of this world
bloom as they are soaked
Soaked by wind and rain, petals bloom warmly
Where is the life that goes without being soaked?
– Do Jong-hwan

흔들리지 않고 피는 꽃이 어디 있으랴
이 세상 그 어떤 아름다운 꽃들도
다 흔들리면서 피었나니
흔들리지 않고 가는 사랑이 어디 있으랴
젖지 않고 피는 꽃이 어디 있으랴
이 세상 그 어떤 빛나는 꽃들도
다 젖으며 젖으며 피었다니
바람과 비에 젖으며 꽃잎 따뜻하게 피웠나니
젖지 않고 가는 삶이 어디 있으랴
– 도종환

(School 2013)
Share: