Rabu, 31 Oktober 2018

Sudah (atau) Selesai.

Sudah atau selesai. Perkara keduanya ialah pilihan. Pilihan untuk menyudahi atau menyelesaikan.

Kadang kita berpikir hidup tidak adil. Padahal hidup selalu memberi kita pilihan. Kadang kita iri dengan pencapaian orang lain. Tanpa terlebih dahulu melihat pilihan apa yang mereka ambil. Kita mungkin memilih untuk menyelesaikan----tanggung jawab, pekerjaan yang saat itu kita kerjakan----segalanya hingga tuntas. Sementara, yang lain memilih untuk menyudahi saja-----tanggung jawab, apa yang sedang mereka kerjakan saat itu----sampai situ. Mungkin karena mereka ingin melanjutkannya nanti, sementara kita terbelenggu pada idealisme tidak ingin menunda. Siapa yang tahu?. Kita hanya perlu sama-sama menerima semua itu adalah pilihan kita masing-masing.

Sudah atau selesai. Perkara keduanya adalah waktu. Waktu untuk menyelesaikan atau menyudahi.

Kadang kita lupa setiap orang punya waktu yang berbeda. Jam terbang yang berbeda. Masa yang berbeda. Perkara sudah atau selesai adalah perkara waktu. Waktu untuk berhenti sekarang atau nanti. Waktu untuk mengambil napas pendek atau panjang. Mungkin di saat pilihan itu jatuh, mereka tidak punya waktu lebih untuk menyelesaikannya, sehingga menyudahi untuk sekarang adalah satu-satunya pilihan bagi mereka. Mungkin kita saat pilihan itu jatuh diberikan waktu lebih, sehingga menyelesaikan hingga akhir mungkin dilakukan.

Sudah atau selesai. Keduanya adalah perkara tanggung jawab. Tanggung jawab yang diemban sehingga harus menyudahi dibanding harus menyelesaikan. Tak ada pilihan.

Kadang kita lupa tanggung jawab yang dipikul seseorang tidak selalu sama beratnya dengan kita. Kadang pilihan satu-satunya adalah menyudahi yang bisa mereka sudahi walaupun hasilnya tidak sesuai yang mereka inginkan. Mereka tak punya pilihan. Sementara kita punya pilihan.

Menyudahi sesuatu terlihat lebih mudah, padahal tidak. Beban pilihan yang diambil sama berat. Walau pun terkadang waktu yang ditempuh jauh lebih singkat. Tanggung jawab yang dipikul tetap sama berat.

Sebaliknya, menyelesaikan selalu terlihat lebih sulit, padahal tidak. Beban pilihannya sama ringan. Walau pun waktu yang ditempuh cenderung lebih panjang. Tanggung jawab diakhir jauh lebih tanpa beban.

Mungkin pikirmu, hidup tidak adil. Tapi salah. Hidup selalu memberimu pilihan, jika kamu keberatan, kamu selalu punya pilihan untuk menyudahi atau menyelesaikan. Tinggal memilih, tidak perlu banyak alasan.

Pada akhirnya hidupmu ada ditanganmu sendiri. Sudah atau selesai?. Terpenting, jangan pikirmu hidup tak adil, karena Tuhan selalu membuatnya adil.

Sebuah renungan untuk tidak lulus tepat waktu, tetapi pada waktu yang tepat.
31 Oktober 2018.

Share:

Selasa, 30 Oktober 2018

Selamat Jalan.

"Selamat jalan", kataku.
Di tepi landasan
Sembari melambaikan tangan.

"Selamat jalan", seruku.
Sekali lagi
Melambai
Di ruang tunggu penumpang.

"Selamat jalan"
"Semoga sampai tujuan"
Lanjutku
Penuh pengharapan

Semoga Tuhan mengizinkan
Untuk kamu pergi
Dengan kabar
Sebelumnya

Karena ditinggalkan
Tanpa "selamat tinggal"
Menderu sakit
Yang terus tinggal

"Selamat jalan"
Semoga di akhir
Kita sampai, kita tiba
Di tujuan yang sama.

Turut Berduka atas jatuhnya Lion Air JT610 Senin, 29 Oktober 2018.
Semoga yang pergi dapat damai, dan yang ditinggalkan diberikan kelapangan hati.
Semoga Tuhan mengampuni dan menempatkan korban di tempat terbaik. Dan sanak yang ditinggalkan selalu dikuatkan.

Di bawah langit yang menangis.
30 Oktober 2018.

Share:

Minggu, 14 Oktober 2018

Distorsi Waktu [1]

Aku tahu akan ada satu masa dimana pikiranmu mengalami distorsi hebat, akibat ingatanmu tentang kenangan.
Distorsi yang akan meluapkan semua perasaan.
Aku belum merasakannya saat ini. Aku hanya tahu suatu saat itu akan terjadi lagi, karena aku pernah ada di waktu itu sebelumnya.
Distorsi yang akan membuatmu bingung akan kenyataan saat ini.
Mungkin karena aku terlalu merindu?. Mungkin karena kita berharap waktu berhenti?. Mungkin karena kita terus mengulangnya kembali di kepala kita?. Mungkin karena terlalu banyak untuk dilupakan?.
Aku tak tahu. Aku tidak mengerti kenapa. Aku hanya cukup memahami bahwa hal itu akan terjadi.
Distorsi yang akan memporakporandakan hati kita.
Distorsi yang akan melibatkan kembali kita. Tanpa pernah benar-benar membuatmu berantakan kembali.
Hanya aku. Di distorsi ini hanya aku pemeran utamanya. Sementara yang lain hanya pendamping.
Namun, sungguh peran apa pun itu, itu semua memengaruhi waktu.

Mungkin saat ini yang bisa kulakukan adalah menunggu pusaran waktu itu datang dan segera berlalu.
Atau berharap badai waktu tak akan pernah terjadi, yang sepertinya hampir tidak mungkin.
Share:

Parallel Universe.

Mungkin di sebuah dunia yang lain, kita bisa berjalan berdampingan. Saling menggenggam tangan, tanpa peduli apa kata orang.

Mungkin di waktu yang lain, kita bisa saling menyapa. Meluapkan rasa tanpa takut ada celah yang membelah.

Mungkin di suatu malam yang lain, kamu bukan hanya sosok yang selalu aku doakan. Melainkan yang membersamaiku berdoa sepanjang malam.

Mungkin di tiap hari yang lain, kamu bukan hanya sosok yang aku harapkan. Malah yang menemaniku menerjang setiap hariku tanpa keluh.

Mungkin di satu kemarau panjang lainnya, bukan aku yang mencarimu dalam penatnya rindu. Tetapi kamu yang berdiri di hadapanku memberi teduh.

Mungkin di suatu media lain, kamu bukan hanya seorang yang kutunggu kabarnya. Melainkan kamu yang memberiku kabar menghapus hausnya penasaranku.

Mungkin di suatu cerita yang lain, kamu dan aku adalah tokoh yang saling berdampingan, saling melengkapi, dan saling menghargai satu sama lain.

Mungkin suatu forum diskusi yang lain, aku dan kamu bisa bertukar lebih banyak wawasan, mimpi, dan misi yang lebih luas. Lalu mewujudkannya bersama.

Mungkin di suatu kondisi sulit yang lain, aku dan kamu bisa saling membantu, membantu, dan pecah sudah kondisi itu hingga lebih mudah.

Mungkin nanti. Di waktu, dunia, dan masa yang lain, kita bertemu kembali dan tak ada lagi sekat untuk sekedar bertegur sapa.

Semoga ini nyata.
FMIPA, 2018.

Share: