Kamis, 24 Mei 2018

Distorsi Waktu [2]

Saatnya berhenti sejenak. Mengatur napas. Kemudian kembali.

Di penghujung malam, aku sadar waktuku tak pernah beranjak dari masa itu.

Aku melihatmu kembali. Senyummu untukku kala itu. Tawamu waktu itu. Matamu yang berpendar kepadaku.

Sebuah cerita lalu, yang kupikir sudah hilang dari kepalaku. Potongan adegan yang kupikir telah berganti di otakku. Rangkaian kata yang kupikir telah terhapus dari ingatanku. Serta, rangkaian doa yang sudah berhenti di setiap malamku.

Ternyata aku salah. Benar-benar salah.

Waktu tidak berjalan maju. Ia berputar. Terlalu cepat. Hingga putarannya kembali memilin ingatanku.

Aku begitu menyayangimu. Waktu itu. Dan masih menyayangimu.

Mungkin aku salah. Mungkin aku bingung. Mungkin ingatanku sudah payah. Malah mungkin karena distorsi ini.

Bukan itu yang penting. Mungkin aku tidak menyayangimu dengan cara yang sama, atau mungkin masih dengan cara yang sama. Aku tidak terlalu peduli.

Aku hanya ingat. Waktu mengingatkanku. Aku telah berjanji untuk tidak pernah berhenti berdoa untukmu. Berharap kamu bahagia. Tanpa peduli kamu. Tanpa peduli waktu.

Waktu menagih janjiku. Mengingatkanku bahwa aku selalu menyayanginya. Menggunakan caraku. Bersama doaku. Tanpa peduli kamu. Tanpa peduli waktu.

Bahwa aku tak pernah membencinya seperti rasa sakitku. Bahwa aku tak pernah benar-benar melepasnya. Tanpa peduli bagaimana kamu. Tanpa peduli waktumu.

Kepada malam aku bisikkan "selamat malam, selamat tidur". Kepada langit aku bisikkan doaku. Untukmu. Kembali.

Suatu saat lagi kita sama-sama berhenti. Semoga waktu kita berhenti bersama. Sementara. Mari mengatur napas. Lalu kembali. Beranjak.

Di penghujung malam akan aku sampaikan janjiku. Di penghujung malam aku berterimakasih kepada badai waktu.

Kepada kamu: aku rindu.
24-05-18.

Share: