Sudah puluhan jam ketiadaan itu kupandangi. Tanpa arti. Tanpa hati. Hilang akal. Hancur. Porak poranda. Berusaha menata perasaan yang lebam baru saja dihajar realita.
Padahal aku berharap melihatmu lagi di ujung sana, menyapa "aku kembali" dengan sekotak cerita. Aku salah. Sapamu hilang bersama dengan cerita dan tawamu.
Menyisakan tanya, "apa salahku?".
"Ada apa denganmu?".
Tanpa ada jawaban, melainkan luka yang tinggal.
Kamu tahu? Mempercayaimu adalah keputusan besar setelah jutaan patah yang tidak bisa sembuh. Mempertahankanmu adalah kata terakhir yang kuusahakan. Dan melepasmu ternyata lebih menyakitkan dari apa yang kubayangkan.
Aku habis akal.
Tidak tahu lagi mana yang salah dan benar.
Hilang arah.
Entah kemana harus melangkah.
Aku ingin memakimu. Mendoakan segala kesakitan untuk kembali padamu.
Namun, hatiku tahu jauh sebelum itu, aku sudah lebih dahulu peduli padamu. Memilih mengusir apa pun yang mungkin mengusikmu.
Tapi tidak begitu bukan bagimu?
Sekarang tidak ada yang tersisa dariku, kecuali serpih yang harus kusapu. Tangis yang harus kubelenggu. Marah yang harus kuredam. Serta, tanya yang tak akan pernah terjawab.
Terimakasih untuk waktu dan ceritanya. Patah dan utuhnya. Hancur dan bahagianya. Semua.
Tanpa maaf darimu yang akan ku terima. Semoga kamu hidup dengan tenang dengan sisa jawaban dan makian yang kamu bawa bersamamu untukku.
Dan untuk terakhir kali selamat menyalahi makna hari kasih sayang yang orang-orang gaungkan. Sampai nanti karma kita kembali.