Menyayangimu adalah hal pertama dan terakhir yang paling ingin aku lakukan di dunia.
Aku yakin kamu tidak tahu. Bahkan kamu bilang tidak perlu pun tidak apa-apa. Aku tetap mau, karena aku sudah dengan sukarela melakukannya.
Menyayangimu adalah kebiasaan yang sudah terlalu biasa. Jadi ketika kamu pergi dan bilang tidak mau, aku kehilangan ritmenya.
Sakitnya luar biasa.
Bingung.
Hancur.
Porak poranda.
Dan, hampa.
Semesta mungkin sudah mengingatkanku sejak lama. Tapi mungkin aku terlalu sibuk menyayangi kamu sehingga aku tidak menggubrisnya.
Semesta mungkin sudah menunjukkannya sejak kamu mulai beranjak. Tapi mungkin aku terlalu nyaman menyayangimu sehingga aku tidak peduli dengannya.
Menyayangimu adalah satu-satunya hal yang pandai aku lakukan.
Aku berani bertaruh biar pun sudah begitu kamu tetap tidak melihatnya.
Namun, aku tak juga menguranginya. Terus begitu. Setiap waktu, seperti satu-satunya yang paling tak bisa ditinggalkan.
Tuhan, sepertinya aku lupa caranya berhenti.
Padahal menyayangimu adalah cara yang sama yang mungkin bisa membunuhku.
Seperti bom waktu. Tidak tahu entah kapan.
Namun, siapa peduli, jika aku harus mati besok pun menyayangimu akan tetap menjadi hal terakhir yang aku lakukan.