Minggu, 18 Juni 2017

I M I S S U.

"Aku merindukanmu".

Satu kalimat sederhana yang menyatakannya secara lugas kepadamu pun aku tak bisa. Kemudian, kalimat itu akan perlahan memberikan efek kepada hidupku saat ini.

Aku akan mengulang semuanya, dari awal hingga waktu yang kau hentikan. Aku akan mengingat kembali semuanya. Berharap semuanya tak akan lagi menyakitiku, tapi sia-sia. Aku membuka kembali penyesalanku, atau memang tak pernah ku tutup buku tentangmu?.

Sesaat yang lain aku akan mencoba membohongi diriku. Bodoh sekali memang, padahal aku sudah mengakuinya secara jelas sebelumnya. Sesaat lainnya aku akan memberanikan diriku mengakuinya, dan berkata "aku merindukannya", bukan ke dia hanya ke sahabatku.

Lalu aku akan menggantung sebuah tanyaku di udara, "kalau aku mengatakan kepadamu aku merindukanmu, apa yang akan kau katakan?".

Kemudian aku akan tersadar aku benar-benar merindukannya.

Aku pikir aku sudah menutup buku tentangmu. Buku yang memuat cerita kita dari 6 tahun yang lalu. Ternyata yang kututup malah hatiku, sehingga kudorong menjauh orang lain di sekitarku.

Lalu aku akan merasa rendah diri. "Aku mengatakannya hanya akan menghancurkaan keadaan". "Memangnya aku masih pantas mengatakannya". Sebagainya, dan sebagainya.

Lalu aku akan membuat skenario yang tidak mungkin terjadi di kepalaku. Membuatku berekspektasi, dan membuatku benar-benar ingin mengatakannya. Tapi, ternyata egoku lebih besar.

Kemudian aku akan membuka semua tulisanku tentangmu. Semua akun sosial mediamu. Semua tentangmu, aku akan mencoba mencari tahu apa kabarmu saat ini.

Sungguh, menyimpan kalimat itu untukku sendiri benar-benar sebuah beban. Kalimat itu menghancurkanku dari dalam. Membuatku frustasi yang mendalam, tentang bagaimana cara menyampaikannya. Tak pernah mudah, semudah aku mengakuinya.

Kadang aku iri menjadi anak kecil. Mereka menyampaikan apa yang ada di hati mereka dengan lugas. Tak kenal takut, tak kenal resiko. Polos. Aku harap, aku seperti itu. Sayangnya masa itu sudah lewat.

Selanjutnya yang kulakukan hanya menyelipkan doaku pada tiap malam sebelum aku tidur, sebelum petang, dan setelah subuh, "semoga kamu juga dapat merindukanku sebagaimana aku merindukanmu, dan semoga apa yang kusemogakan di setiap hari ulangtahunmu dan disetiap doaku dikabulkan oleh Tuhan".

Ya, aku kira masaku dan masamu sudah habis. Waktuku merindukanmu sudahh lewat. Semua tentangmu sudah selesai. Sepertinya aku salah tentang diriku sendiri. Ya, sepertinya memang salah.

Akhirnya aku hanya bisa bersyukur kamu masih ada di dunia dan di dimensi yang sama denganku. Masih di bawah langit yang sama. Masih di satu negara yang sana. Aku bersyukur aku masih bisa memandangimu, atau sekedar mendengar suaramu. Aku bersyukur ada lagu kesukaanmu dan buku dari penulis kesukaanmu yang membuatku lupa tentang rinduku padamu. Ya, pada akhirnya aku hanya mampu bersyukur dan berdoa. Mungkin begitu cukup.

.
Ramadhan 1438 H.
"Aku merindukanmu" (999+x).

Share: